JAKARTA, Berita HUKUM - Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan bakusit yang terjadi di wilayah Kepri, khususnya Tanjungpinang dan Bintan.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum AISKI, Efli Ramli dalam siaran persnya, Senin (31/12) malam, sekaligus menanggapi keluhan Wakil Gubernur Kepri, HM Soerya Respationo terhadap aksi eksploitasi bauksit yang begitu luas dan sangat membahayakan lingkungan di wilayah Tanjungpinang dan Bintan.
“Pada prinsipnya, AISKI siap membantu Pemprov Kepri untuk memulihkan kembali vegetasi yang rusak akibat pertambangan. AISKI bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah menyiapkan teknologi BiTumMan untuk mendukung kegiatan revegetasi di lahan kritis dan pasca tambang di Indonesia,” ungkap Efli.
Menurut dia, teknologi BiTumMan atau Biji Tumbuh Mandiri merupakan solusi atas kegagalan sejumlah revegetasi di lahan kritis dan pasca tambang yang dilakukan secara konvensional selama ini.
Teknologi BiTumMan meruapakan hasil rekayasa serbuk sabut kelapa (coco peat), gambut, Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan bakteri rizosfir.
“Dengan teknologi BiTumMan, benih atau biji-bijian yang ditanam di lahan kritis dan pasca tambang mampu tumbuh survive. Dengan demikian, lahan pasca tambang yang selama ini terlihat gersang dapat dihijaukan kembali dengan bantuan teknologi BiTumMan,” jelasnya.
Sementara itu, Perekayasa pada Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT Dr Yenni Bakhtiar, MAg Sc mengatakan, beberapa hasil penelitian membuktikan mikoriza yang terdapat pada aplikasi BiTumMan, mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap berbagai macam stres, termasuk tanah miskin hara, kekeringan, logam, salinitas, dan patogen.
“Selain itu, mikoriza juga berperan memperbaiki nutrisi tanaman, meningkatkan pertumbuhan, pelindung hayati (bio-protection), terlibat dalam siklus bio-geo-kimia, sinergis dalam mikroorganisme lain, dan mempertahankan keanekaragaman tumbuhan,” katanya, seperti yang dikutip dari tribunnews.com, pada Senin (31/12).
Menurut dia, berdasarkan uji tanam yang telah dilakukan tim BPPT pada lahan pasca tambang batubara di Kalimantan Timur dan lahan pasca tambang nikel di Sulawesi Tenggara, biji albizia yang ditanam dengan menggunakan teknologi BiTumMan, pada usia tanam 6 bulan, mampu mencapai tinggi 1,5 meter dan pada usia tanam 18 bulan, tingginya sudah mencapai 4 meter.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Wakil Gubernur Kepri, HM Soerya Respationo di sela-sela kunjungan kerja akhir tahun 2012 ke lima pulau terluar di Kepri kepada Tribun, Minggu (30/12) menyoroti aksi eksploitasi pertambangan bauksit di wilayah Tanjungpinang dan Bintan yang sudah menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
“Saat ini, bukan lagi pada legal atau ilegalnya saja, namun juga pada dampak yang ditimbulkan dari adanya sisa-sisa penggalian tersebut. Perusahaan harus melakukan rehabilitasi lingkungan sebagaimana diatur dalam Perda dan Undang-Undang," ungkapnya.(tbn/bhc/opn) |